Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengeluarkan payung hukum yang
mengizinkan beroperasinya angkutan berbasis teknologi informasi, seperti
Uber Taxi dan GrabCar.
“Kita tidak bisa pungkiri, ini untuk
memudahkan pemesanan pelayanan jasa angkutan orang,” ungkap Direktur
Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto, saat
konferensi pers di kantornya, Rabu (27/04).
Payung hukum tersebut
berupa Peraturan Menteri (PM) No. 32 tahun 2016, yang telah
ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 1 April 2016, dan
akan resmi berlaku pada 1 Oktober 2016.
-
Kominfo biarkan Uber Taxi dan Grab Car beroperasi
-
Kemehub blokir Uber Taxi dan Grab Car karena langgar aturan
-
Kementerian Perhubungan ajukan dua opsi bagi Uber dan GrabCar
Meskipun telah mendapatkan izin, Uber Taxi dan GrabCar serta
berbagai perusahaan angkutan berbasis online terlebih dahulu harus
memenuhi sejumlah persyaratan.
Uber Taxi dan GrabCar tetap harus memenuhi berbagai persyaratan.
Pertama, perusahaan berbasis online harus memiliki
izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek. Pengurusan izin
tersebut, menurut Pudji, dikenakan biaya, sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).
Kedua, perusahaan harus memiliki badan hukum
Indonesia. Baik Uber maupun Grab telah memilih badan hukum koperasi.
Berdasarkan daftar ‘progres pemenuhan persyaratan izin penyelenggaraan
angkutan’, kedua perusahaan 'telah memiliki akte pendirian koperasi'.
Dalam
rilis yang dikeluarkan Kemenhub, setelah mendapatkan izin, perusahaan
akan memiliki kartu pengawasan, yang harus diperbarui setiap satu tahun.
Untuk memenuhi syarat pertama, yaitu izin penyelenggaraan
angkutan, perusahaan harus mempunyai sejumlah hal, yaitu paling sedikit
lima kendaraan dengan bukti surat tanda nomor kendaraan (STNK) atas nama
perusahaan, memiliki tempat penyimpanan kendaraan, menyediakan
fasilitas bengkel, dan mempekerjakan pengemudi yang memiliki surat izin
mengemudi (SIM).
Cucu Mulyana menegaskan perusahaan akan dikenakan sanksi jika persyaratan dilanggar.
“Kalau saya lihat check-list izin, mereka (Uber dan Grab) telah memenuhi hampir 80%. Itu dua minggu lalu,” tutur Pudji.
Meskipun
PM NO. 32 resmi berlaku sekitar lima bulan lagi, Uber Taxi dan GrabCar
tetap harus memenuhi seluruh persyaratan pada 31 Mei, karena keduanya
sudah terlebih dahulu beroperasi.
Direktur Angkutan dan Multimoda
Kemenhub, Cucu Mulyana menegaskan, nantinya, jika ada syarat yang
dilanggar perusahaan transportasi berbasis aplikasi, maka KP atau Kartu
Pengawasan langsung dibekukan sehingga tidak boleh beroperasi selama 30
hari.
"Jika setelah itu, pelanggaran kembali terjadi, langsung dicabut KP-nya,” tegas Cucu.
Terkait
syarat teknis dan keamanan mobil yang digunakan -yang selama ini ramai
dibicarakan- lewat PM No. 32, Kemenhub tampak ‘melunak’.
“Kalau
tahu itu mobil baru, tidak perlu 'uji Kir' (uji teknis kendaraan
bermotor). Tinggal bawa surat-surat mobilnya,” tutur Cucu.
Uber Taxi dan GrabCar menjadi aplikasi moda transportasi yang ramai digunakan di era digital.
Sementara, untuk plat kendaraan, Kemenhub menyatakan
angkutan berbasis aplikasi online menggunakan plat hitam, karena
perusahaan tersebut memilih jenis angkutan sewa, tidak taksi (angkutan
umum).
"Sehingga memiliki perlakuan berbeda dengan taksi konvensional,” ungkap Pudji.
Sebelumnya
terdengar wacana bahwa angkutan berbasis aplikasi online akan dikenakan
tarif batas atas dan batas bawah yang ditetapkan pemerintah, sehingga
‘tidak terlalu bersaing’ jika dibandingkan dengan taksi konvensional.
Dalam sosialisasi di Kemenhub, Dirjen Perhubungan Darat tegaskan tidak akan terapkan tarif batas atas dan bawah.
Misalnya, pemerintah menetapkan tarif atas Rp10.000
dan tarif bawah Rp5.000. Maka, Uber Taksi dan GrabCar tidak boleh
menawarkan harga lebih murah dari Rp 5.000. Adapun saat jam sibuk,
mereka dipersilakan menaikkan harga asalkan tidak lebih mahal dari
Rp10.000.
Namun, Dirjen Perhubungan Darat menegaskan, ide batas atas dan batas bawah tersebut ‘tidak diterapkan’.
“(Tidak diterapkan) malah untuk kesetaraan. Karena keluar ongkos
kan dia (perusahaan transportasi online) untuk bayar PNBP, buat STNK atas nama perusahaan, keluar biaya itu,” tutur Pudji.
Pudji
menilai dengan dikeluarkannya pajak dan berbagai tarif lainnya oleh
angkutan berbasis aplikasi, nantinya, maka tarif kepada penumpang –yang
diatur sendiri sesuai kesepakatan oleh perusahaan – akan naik pula.
BBC
Indonesia berusaha mengontak direktur Bluebird Group, yang juga
merupakan Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda), Sigit Djokosoetono,
lewat sambungan telepon dan pesan singkat, untuk mengetahui reaksinya
terhadap penentuan tarif ini.